Selasa, 29 Mei 2012



PAPER SISTEM POLITIK INDONESIA
Perbandingan Badan Legislatif Pada Masa Orde Baru Dengan Masa Reformasi





BAB I
PENDAHULUAN

v  LATAR BELAKANG
Pemikiran untuk meningkatkan peran legislasi DPR bukanlah tanpa alasan. Tugas legislasi adalah wahana utama untuk merefleksikan kepentingan rakyat (publik). Fungsi kontrol legislatif akan lebih efektif dan bermakna bila terimplementasi dalam pengoptimalan peran legislasi. Penyelenggaraan negara tidak mengarah ke absolutisme atau otoriter akan lebih berkepastian hukum.  Namun hal tersebut tidak terjadi pada masa orde baru. Dalam praktik ketatanegaraan dan proses jalannya pemerintahan pada masa rezim Orde Baru, kekuasaan eksekutif begitu dominan terhadap semua aspek kehidupan kepemerintahan dalam negara kita, terhadap kekuasaan legislatif maupun terhadap kekuasaan yudikatif. Pada masa orde baru legistatif dan yudikatif kurang atau bahkan tidak berfungsi sama sekali. Kedua badan ini tunduk di bawah badan eksekutif.
Peran badan legislatif pada masa itu seperti stempel bagi eksekutif yang harus melegitimasikan kekuasaan presiden dan menyetujui kebijakan apa yang dibuat eksekutif. Tidak berfungsinya badan legislatif dikarenakan secara faktual hanya ada satu partai yang memegang kendali yaitu partai golkar dibawah pimpinan Presiden Soeharto. Sehingga pemerintah bisa mengatur siapa yang akan duduk dikursi dewan yang tentunya bisa menguntungkan pemerintah. Setelah runtuhnya rezim orde baru muncullah reformasi yang dianggap akan mengubah tata pemerintahan dan keadaan bangsa Indonesia, termasuk juga perbaikan dalam badan legislatif.
Era reformasi telah menghasilkan sejumlah perubahan signifikan dalam masyarakat politik. Keberadaan badan perwakilan yang benar-benar mencerminkan representasi kedaulatan rakyat merupakan sebuah kebutuhan yang tak terelakkan pada masa reformasi. Badan Perwakilan yang pengisian keanggotaannya dipilih langsung oleh rakyat adalah bentuk rasionalisasi dari prinsip demokrasi dan kedaulatan rakyat. Dari paparan diatas muncul pertanyaan  bagaimana perbandingan peranan legislatif dalam masa orde baru dengan masa reformasi?  itulah yang menarik kami untuk membahas masalah ini lebih dalam.

v  RUMUSAN MASALAH
§  Bagaimana sistem perekrutan dan komunikasi politik badan legislatif didalam sistem politik Indonesia masa reformasi di banding dengan masa orde baru ?
§  Bagaimana pelaksanaan fungsi badan legislatif masa reformasi dengan masa orde baru ?












BAB II
PEMBAHASAN
v  LANDASAN TEORI
Badan legislatif (parlemen) yaitu badan yang “legislate” atau membuat undang – undang yang anggotanya – anggotanya merupakan representasi dari rakyat Indonesia dimanapun dia berada yang dipilih melalui pemilihan umum.
                  Rousseau, tentang Volonte Generale atau General Will yang menyatakan bahwa “rakyatlah yang berdaulat, rakyat yang berdaulat ini mempunyai suatu kemauan”
                  Menurut Miriam Budiarjo, Dewan Perwakilan Rakyat dianggap merumuskan kemauan rakyat atau kemauan umum ini dengan jalan mengikat seluruh masyarakat. Undang – undang yang dibuatnya mencerminkan kebijaksanaan – kebijaksanaan itu. Dapat dikatakan bahwa merupakan badan yang membuat keputusan yang menyangkut kepentingan umum.
                  Susuanan keanggotakan badan legislatif  pada dasarnya menurut Miriam Budiarjo, adalah beraneka ragam yaitu ada yang jumlahnya mencapai 1300 anggota seperti DPR Unisoviet (kini : Rusia), DPR Indonesia berjumlah 560 orang dan ada yang kecil seperti DPR Pakistan, yaitu sebanyak 150 anggota :
            System penentuan anggota DPR beraneka ragam sifatnya, yaitu :
1.      Turun temurun ( sebagian majelis tinggi Inggris )
2.      Ditunjuk ( senat Kanada )
3.      Dipilih, baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
System penentuan atau pemilihan diatas, berlaku pada pemerintahan sosialis atau kerajaan, sedangkan dalam Negara modern pada umumnya anggota badan legislatif dipilih dalam pemilihan umum dan berdasarkan system kepartaian. Perwakilan semacam ini bersifat politik. Akan tetapi system ini tidak menutup kemungkinan beberapa orang anggota dipilih tanpa ikatan pada sesuatu partai, tetapi sebagai orang “independent”. Contoh, pada pemilihan umum di Indonesia pada tahun 1955.
Menurut Ramlan Surbakti (2003), rekrutmen politik adalah seleksi dan pemilihan atau seleksi pengangkatan seseorang atau sekelompok orang untuk melaksanakan sejumlah peranan dalam system politik pada umumnya dan system pemerintahan pada khususnya.
Menurut Almond dan Powell: “Komunikasi politik merupakan suatu fungsi sistem yang mendasar (basic function of the system) dengan konsekuensi yang banyak untuk pemeliharaan ataupun perubahan dalam kebudayaan politik dan struktur politik. Seseorang tentunya dapat mengasumsikan bahwa semua perubahan penting dalam sistem politik akan menyangkut perubahan dalam pola-pola komunikasi, dan biasanya baik sebagai penyebab maupun akibat. Semua proses sosialisasi misalnya, merupakan proses komunikasi, meskipun komunikasi tidak harus selalu menghasilkan perubahan sikap (attitude change).”
 Menurut prof. Miriam Budiarjo fungsi badan legislative pada dasarnya ada tiga yaitu
1.                                                    Fungsi legislasi
Fungsi legislasi adalah Fungsi yang berkaitan dengan kegiatan pembentukan kebijakan public yang disepakati bersama oleh para wakil rakyat atas nama seluruh rakyat yang diwakili. Hanya saja, agar kebijakan-kebijakan itu bersifat mengikat, maka dituangkan dalam bentuk hukum tertentu sebagai ‘legislative acts’, yaitu dalam bentuk undang-undang. Karena itu, fungsi legislasi itu disebut sebagai fungsi pembentukan undang-undang.
2.                                                    Fungsi pengawasan
Badan legislative berkewajiban untuk mengawasi aktifitas badan eksekutif agar sesuai dengan kebijakan yang di tetapkannya. Pengawasan di lakukan melalui siding panitia-panitia legislative dan melalui hak-hak control yang khusus, seperti hak bertanya,interpelasi, angket dan hak sub-poena.
3.                                                    Fungsi anggaran
Fungsi ini di maksudkan guna untuk membuat APBN. Pelaksanaan fungsi anggaran DPR itu tidak hanya berkaitan dengan persoalan angka-angka anggaran pendapatan dan belanja negara/daerah serta bagaimana distribusi dan alokasinya untuk pelaksanaan program-program pemerintahan dan proyek-proyek pembangunan. Bahkan penyusunan angggaran pendapatan dan belanja tahunan itu harus pula mengacu kepada perencanaan pembangunan jangka panjang dan menengah yang juga dituangkan dalam bentuk undang-undang tersebut

Dalam rangka melaksanakan fungsi pengawasan, badan legislatif berkewajiban untuk mengawasi aktivitas badan eksekutif, supaya sesuai dengan kebijaksanaan yang telah ditetapkan. Pengawasan dilakukan melalui control yang khusus, dengan menggunakan hak-haknya meliputi:
a.       Hak bertanya
Anggota legislatif berhak mengajukan pertanyaan kepada pemerintah mengenai sesuatu hal. Di Indonesia semua badan legislatif, kecuali dewan perwakilan rakyat gotong-royong dalam masa demokrasi  tepimpin, mempunyai hak bertanya. Pertanyaan ini biasanya diajukan secara tertulis dan dijawab pula secara tertulis oleh departemen yang bersangkutan.
b.      Hak interpelasi
Hak ini adalah hak untuk meminta keterangan kepada pemerintah ngenai kebijksaanannya di suatu bidang. Misalnya,  bidang politik, ekonomi, social budaya dan hankam. Badan eksekutif wajib memberi penjelasan dalam sidang pleno,  penjelasan mana dibahas oleh anggota-anggota dan di akhiri oleh pemungutan suara, apakah keterangan pemerintah memuaskan atau tidak. Jika hasil pemungutan suara bersifat negarif, maka hal ini merupakan tanda peringatan bagi pemerintah bahwa kebijaksaannya diragukan. Dalam suasana perselisihan antara badan legislatif dan badan eksekutif, interpelasi dapat dijadikan batu loncatan untuk diajukanya mosi tidak percaya. Di Indonesia badan legislatif, kecuali dewan perwakilan rakyat gotong-royong dalam masa demokrasi terpimpin, mempunyai hak interpelasi.
c.       Hak angket
Hak angket adalah hak anggota badan legislatif untuk mengadakan penyelidikan sendiri. Untuk keperluan ini di bentuk suatu panitia angket yang melaporkan hasil penyelidikanya kepada anggota badan legislatif lainnya, yang selanjutnya merumuskan pendapatnya mengenai soal ini, dengan harapan agar diperhatikan oleh pemeritah.
d.      Mosi tidak percaya
Umumnya dianggap bahwa hak mosi merupakan control yang paling ampuh. Jika badan legislatif menerima sesuatu mosi tidak percaya, maka dalam sisitem parlementer cabinet harus mengundurkan diri dan terjadi suatu krisis cabinet. Di Indonesia pada sisitem parlementer, badan legislatif mempunyai hak mosi, tetapi mulai tahun 1959 hak ini ditiadakan.


v  ULASAN

Ø  POSISI BADAN LEGISLATIF DI DALAM SISTEM POLITIK
Posisi legislatif di dalam sistem politik Indonesia yaitu sebagai badan pemerintahan yang sangat berpengaruh terhadap jalannya suatu sistem politik. Dalam menjalankan perannya badan legislatif melakukan rekruitmen politik dan komunikasi politik. Rekruitmen politik di jalankan badan legislatif dengan partai politik sedangkan komunikasi politik dijalankan dengan badan eksekutif guna membahas perumusan kebijakan. Terdapat perbedaan yang signifikan mengenai peran badan legislatif pada masa orde baru dengan masa reformasi di dalam sistem politik.

v  Hubungan legislatif dengan parpol dalam rekrutmen politik pada masa orde baru
Pada Orde Baru dengan sistem pemerintahan Presidensialisme, menerapkan sistem pemilihan proporsional dengan daftar tertutup kombinasi dengan sistem multipartai yang berangsur-angsur disederhanakan. Selain sistem proporsional tertutup yang digunakan, modifikasi sistem pemilihan yang digunakan Orde Baru adalah melalui pengangkatan utusan golongan/daerah.
Pada awalnya, penyederhanaan Sistem Multipartai Orde Baru dilakukan dengan suatu kompromi (Konsensus nasional) antara pemerintah dan partai-partai pada tanggal 27 Juli 1967 untuk tetap memakai sistem perwakilan berimbang, dengan beberapa modifikasi. Diantaranya, kabupaten dijamin sekurang-kurangnya 1 kursi, dan 100 anggota DPR dari jumlah total 460 diangkat dari ABRI (75), Non ABRI (25). Sistem distrik ditolak dan sangat dikecam parpol, dengan alasan karena tidak hanya dikhawatirkan akan mengurangi kekuasaan pimpinan partai, tetapi juga mencakup ide baru, seperti duduknya wakil ABRI sebagai anggota parlemen.
Karena kegagalan usaha penyederhanaan partai ketika pemilihan, Orde Baru melakukan pengurangan dengan mengelompokkan dari 10 partai menjadi tiga partai pada tahun 1973, sehingga sejak pemilu 1977 hingga 1992 hanya ada tiga peserta pemilu yakni PPP, Golkar, dan PDI.
Dengan tindakan seperti ini, di satu sisi Orde Baru telah berhasil mengatasi perlunya pembentukan kabinet koalisi, serta tidak adamya lagi fragmentasi partai atau terlalu banyak partai. Tetapi disisi lain masih terdapat kelemahan-kelemahan, diantaranya kekurangan akraban antara wakil rakyat dan rakyat yang diwakilinya. Peranan penentu dari pimpinan pusat dalam menetapkan daftar calon dianggap sebagai sebab utama mengapa anggota DPR kurang menyuarakan aspirasi rakyat.

v  Hubungan legislatif dengan parpol dalam rekrutmen politik pada masa reformasi-sekarang
Era reformasi telah menghasilkan sejumlah perubahan signifikan dalam masyarakat politik. Keberadaan badan perwakilan yang benar-benar mencerminkan representasi kedaulatan rakyat merupakan sebuah kebutuhan yang tak terelakkan pada masa reformasi. Badan Perwakilan yang pengisian keanggotaannya dipilih langsung oleh rakyat adalah bentuk rasionalisasi dari prinsip demokrasi dan kedaulatan rakyat.
Sistem Pemilu yang dianut adalah sistem proporsional (perwakilan berimbang) dengan daftar calon terbuka untuk memilih DPR dan DPRD, sedangkan untuk memilih Dewan PerwakilanDaerah (DPD) menggunakan sistem distrik sistem distrik berwakil banyak. Sistem Pemilu ini digunakan sebagai evaluasi sistem yang diterapkan pada masa Orde Baru, dengan harapan rakyat agar pemilihan calon yang diajukan oleh partai politik (parpol) lebih dikenal oleh pemilihnya.
Pembatasan pada masa reformasi dilakukan dengan mekanisme kuota yaitu dengan mencantumkan prasyarat Partai Politik Peserta Pemilu harus memperoleh sekurang-kurangnya 3% jumlah kursi di DPR, atau memperoleh sekurang-kurangnya 4% jumlah kursi DPRD Provinsi yang tersebar sekurang-kurangnya (setengah) dari jumlah provinsi seluruh Indonesia, atau memperoleh sekurang-kurangnya 4% jumlah kursi DPRD Kabupaten/Kota yang tersebar di kabupaten/kota seluruh Indonesia untuk dapat mengikuti Pemilu berikutnya.
v  Hubungan Badan Legislatif dengan Eksekutif dalam hal komunikasi pada masa Orde Baru
Hubungan dan kedudukan antara eksekutif (Presiden) dan legislatif (DPR) dalam sistem UUD 1945 sebenarnya telah diatur. Dimana kedudukan dua badan ini (Presiden dan DPR) adalah sama karena kedua badan ini adalah merupakan badan tinggi negara (Tap MPR No.III/MPR/1978). Namun dalam praktik ketatanegaraan dan proses jalannya pemerintahan pada masa rezim Orde Baru, kekuasaan eksekutif begitu dominan terhadap semua aspek kehidupan berkepemerintahan dalam negara kita, terhadap kekuasaan legislatif maupun terhadap kekuasaan judikatif.
Keadaan ini tidak dapat sepenuhnya disalahkan, karena pengaturan yang terdapat di dalam UUD 1945 memungkinkan terjadinya hal ini. Oleh sebab itu, tidak salah pula apabila terdapat pandangan yang menyatakan bahwa UUD 1945 menganut supremasi eksekutif. Dominasi/supremasi kekuasaan eksekutif mendapat legitimasi konstitusionalnya, karena dalam Penjelasan Umum UUD 1945 pada bagian Sistem Pemerintahan Negara Kunci Pokok IV sendiri dinyatakan bahwa Presiden adalah pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi di bawah Majelis. Dalam sistem UUD 1945 (sebelum diamandemen), Presiden memiliki beberapa bidang kekuasaan. Selain sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan (pasal 4 ayat 1), Presiden memiliki kekuasaan membentuk undang-undang (pasal 5 ayat 1).
Demikian juga Presiden memiliki kekuasaan diplomatik yang sangat besar, yaitu kekuasaan membuat berbagai macam perjanjian internasional dan mengangkat serta menerima duta dari negara lain (pasal 11 dan pasal 13). Sama halnya dalam bidang hukum (kekuasaan di bidang justisial) yang kemudian diwujudkan dalam pemberian grasi, rehabilitasi, amnesti dan abolisi (pasal 14). Dominasi kekuasaan eksekutif semakin mendapat ruang geraknya ketika penguasa melakukan monopoli penafsiran terhadap pasal 7. Penafsiran ini menimbulkan implikasi yang sangat luas karena menyebabkan Presiden dapat dipilih kembali untuk masa yang tidak terbatas. Begitu besarnya kekuasaan Presiden pada masa orde baru.
Presiden juga memiliki kewenangan untuk menentukan keanggotaan MPR (pasal 1 ayat 4 huruf c UU No.16 Tahun 1969 jo UU No.2 Tahun 1985). Suatu hal yang sangat tidak pantas dan tidak pas dengan logika demokrasi. Sistem kepartaian yang menguntungkan Golkar, eksistensi ABRI yang lebih sebagai alat penguasa daripada alat negara, DPR dan pemerintah yang dikuasai partai mayoritas menyebabkan DPR menjadi tersubordinasi terhadap pemerintah. Hal ini pula yang menyebabkan fungsi pengawasan terhadap pemerintah (Eksekutif) yang seharusnya dilaksanakan oleh DPR/MPR (legislatif) menjadi tidak efektif.
v  Hubungan badan Legislatif dengan Eksekutif dalam hal komunikasi pada masa Reformasi-Sekarang
Di masa Reformasi yang dimulai dari tumbangnya rezim orde baru yang dipimpin oleh Soeharto, kedudukan badan eksekutif setara dengan badan pemerintahan yang lain, yaitu badan legislatif dan badan yudikatif. Dalam perkembangannya, badan eksekutif yang dipimpin oleh presiden tidak menjadi badan paling kuat dalam pemerintahan, karena badan eksekutif diawasi oleh badan legislatif dalam menjalankan pemerintahan, serta akan ditindaklanjuti oleh badan yudikatif jika terjadi pelanggaran, sesuai dengan Undang-Undang. Oleh karena itu pada masa Reformasi hingga saat ini, badan eksekutif selalu bertindak hati-hati dalam menjalankan pemerintahan, jika tidak hati-hati dalam mengambil dan melaksanakan kebijakan, maka badan eksekutif akan mendapatkan tekanan dari segala kalangan, baik itu dari badan pemerintahan lain maupun kelompok-kelompok kepentingan dan terutama dari mahasiswa yang semakin menyadari perannya sebagai agent of control. Rekruitmen anggota badan eksekutif ditetapkan berdasarkan hasil pemilu, perjanjian dengan partai koalisi maupun dengan ditunjuk oleh Presiden.
Ø  PERBANDINGAN PELAKSANAAN FUNGSI BADAN LEGISLATIF DI DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA PADA MASA ORDE BARU DENGAN MASA REFORMASI-SEKARANG
v  Badan Legislatif dan Fungsinya
Dewan Perwakilan Rakyat memiliki beberapa fungsi dalam menyelenggarakan tugas dan wewenangnya di negara Indonesia, yaitu legislasi, pengawasan, dan anggaran. Adapun perbandingan pelaksanaa fungsi-fungsi DPR pada masa orde baru dan reformasi sebagai berikut:
1.      Legislasi
a.       Pada masa orde baru pelaksanaan fungsi legislasi DPR dijalankan tanpa visi yang jelas. Kebijakan DPR sulit dipetakan karena lebih mengarah pada kepentingan pemerintah. Begitu halnya dengan pola legislasi yang tidak jelas dan yang cenderung menguatkan kebijakan pemerintah dan tidak responsive melihat aspirasi rakyat. Hal tersebut disebabkan adanya dominasi badan eksekutif terhadap badan legislative dalam hal pembuatan kebijakan.
b.      Pada masa reformasi dalam kurun waktu 2005 hingga 2010, capaian keberhasilan penyelesaian pembahasan RUU tertinggi dilakukan pada tahun 2008 yang telah menyelesaikan pembahasan dan menetapkan 61 RUU menjadi undang-undang. Akan tetapi, dari 61 RUU yang disahkan tersebut, 61 % (37 RUU) adalah RUU luncuran (27 RUU pemekaran, 3 RUU ratifikasi, 4 RUU pengesahan Perppu, dan 3 RUU APBN.

2.      Pengawasan
a.       Pada masa orde baru tingkat kehadiran anggota DPR  relatif tinggi tetapi tidak melakukan pengawasan dengan baik. Hal tersebut dikarenakan anggota badan legislative ditunjuk atau dipilih langsung oleh pemerintah. sehingga badan legislative tidak optimal dalam mengawasi aktifitas eksekutif sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan.
b.      Pada masa reformasi pelaksanaan fungsi DPR dalam hal pengawasan, telah terjadi perubahan yang signifikan yang dilakukan oleh DPR RI melalui pelaksanaan berbagai hak DPR di antaranya hak interpelasi, hak melakukan penyelidikan, hak menyatakan pendapat, dan hak sub-poena (hak menghadirkan seseorang untuk dimintai keterangan). Berbagai hak tersebut, telah digunakan secara intensif dalam bentuk rapat kerja, rapat dengar pendapat, rapat dengar pendapat umum dan kunjungan langsung ke lapangan. Dalam menangani masalah-masalah yang bersifat penting dan strategis, telah dilakukan melalui pembentukan berbagai Panitia Khusus, antara lain : Pansus Penyelidikan Terhadap Kasus Pertanahan secara Nasional. Pansus ini berusaha memperoleh masukan dan penjelasan atas berbagai kasus pertanahan yang banyak ditemukan di berbagai daerah. Pansus yang lain adalah Pansus Penyelidikan terhadap Penyimpangan Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. Pengawasan terhadap kinerja Pemerintah yang dilakukan oleh DPR sama sekali bukan bermaksud untuk melampaui kewenangan yang telah digariskan oleh konstitusi. Keseluruhan pengawasan yang dilakukan tidak lain merupakan pelaksanaan fungsi-fungsi Dewan yang dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada. Apabila terjadi perbedaan pendapat/sengketa di antara badan-badan negara yang ada, maka hal tersebut diserahkan kepada Mahkamah Konstitusi sesuai dengan UUD 1945.

3.      Anggaran (budget)
a.       Pada masa orde baru DPR dalam pelaksanaan fungsi anggaran ini sebenarnya sangat kuat. Namun dalam praktiknya kapasitas kebadanan DPR kurang dilengkapi oleh staf pendukung yang memadai, DPR tidak memiliki kemampuan untuk menyiapkan konsep tandingan atau setidaknya bahan-bahan pembanding terhadap usulan yang diajukan oleh pemerintah. Kebutuhan akan kebadanan DPR yang kuat di bidang anggaran ini juga mirip dengan kebutuhan yang sama di bidang legislasi yang sekarang telah dilengkapi dengan Badan Legislasi yang tersendiri.
b.      Pada masa reformasi pelaksanaan fungsi anggaran sebagai perwujudan dari hak budget. Dewan merupakan fungsi yang strategis di samping fungsi legislasi dan pengawasan. Hal ini juga sesuai dengan apa yang telah diamanatkan dalam Pasal 23 UUD 1945 serta peraturan perundang-undanganlain, khususnya UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Dalam kurun waktu lima tahun, DPR telah meningkatkan peran hak budgetnya melalui pembahasan secara lebih mendalam terhadap RUU tentang APBN, RUU tentang Perhitungan Anggaran Negara, maupun RUU tentang Perubahan APBN. RUU tentang APBN telah dilakukan secara cermat, rinci, dan terfokus melalui Pembicaraan Pendahuluan yang dilakukan oleh komisi-komisi DPR dengan Pemerintah dan diakhiri dengan pembahasan secara lebih mendalam oleh Panitia Anggaran DPR. Sesuai dengan UU No. 17 Tahun 2003, maka format atau struktur RAPBN untuk tahun 2005 dan tahun-tahun berikutnya akan dilakukan perubahan. Perubahan tersebut terutama pada sisi belanja negara yang sebelumnya didasarkan pada sektor dan sub sektor, selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan organisasi, fungsi, sub fungsi serta jenis belanja. DPR berharap melalui perubahan struktur pada bagian belanja negara tersebut, akan memberikan dampak positif terhadap efisiensi dan efektifitas penggunaan anggaran, serta peningkatan kinerja organisasi pemerintahan baik di pusat maupun di daerah.




















BAB III
PENUTUP
v Kesimpulan
Dari uraian diatas kami menyimpulkan sistem perekrutan dan komunikasi politik pada masa orba dengan reformasi terdapat perbedaan yang signifikan. Rekrutmen politik pada masa orde baru cenderung dilakukan sistem proposional dengan daftar tertutup. Pada masa ini presiden di pilih oleh MPR. Perekrutan anggota DPR dilakukan oleh pemerintah, sehingga rakyat tidak mengetahui  siapa yang akan ada di badan legislative karena anggota yang menempati kursi DPR di pilih oleh anggota partai politik itu sendiri. Sedangkan  pada masa awal reformasi hingga tahun 2004 sebelum pemilu di adakan, rekruitmen politik berjalan sama seperti saat orde baru, namun setelah pemilu 2004  presiden tidak di pilih oleh anggota MPR namun dipilih oleh rakyat secara langsung dan untuk perekrutan anggota badan legislative (DPR, DPD & DPRD) juga dipilih oleh rakyat secara langsung.
Untuk komunikasi politik pada masa orde baru berjalan satu arah karena di dalam pelaksanaannya DPR hanya mengikuti dan menyetujui keputusan dari pihak pemerintah atau badan eksekutif. Dan dalam kedudukannya pada masa orba badan legislative berada di bawah badan ekskutif sehinnga dalam pengambilan keputusan badan eksekutif cenderung otoriter. Sedangkan pada reformasi Berjalan dua arah karena badan legislative dan eksekutif saling mendukung dalam pembuatan kebijakan. Dalam hal kedudukannya pun sejajar dengan badan eksekutif sehingga badan eksekutif lebih berhati-hati dalam pengambilan dan pelaksanaan kebijakan karena pada saat ini badan eksekutif dalam pelaksanaannya sudah di awasi oleh badan legislative dan di tindak lajuti oleh badan yudikatif.
 Fungsi legislasi DPR pada masa orde baru lebih cenderung menguatkan kebijakan yang di keluarkan oleh pemerintah dan menyetujui kebijakan pemerintah tersebut dari pada mengikuti aspirasi rakyat. Untuk fungsi pengawasan pada masa orde baru tidak berjalan karena anggota badan legislative ditunjuk atau dipilih langsung oleh pemerintah. sehingga badan legislative tidak optimal dalam mengawasi aktifitas eksekutif sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan. Dan untuk fungsi anggaran dalam prakteknya masih kurang berjalan dengan baik. Usulan anggaran yang diajukan pemerintah cenderung langsung disetujui oleh DPR karena DPR kurang dilengkapi oleh staff pendukung yang memadahi dan DPR tidak memiliki kemampuan untuk menyiapkan konsep tandingan atau setidaknya bahan-bahan pembanding terhadap usulan yang diajukan oleh pemerintah.
 Sedangkan pada masa reformasi, fungsi legislasi cukup berjalan.  Hal tersebut terbukti dengan DPR dapat  menyelesaikan dan menetapkan RUU serta  menampung aspirasi masyarakat dalam pembuatan UU. Untuk fungsi pengawasan DPR melakukan fungsi pengawasannya dengan baik yaitu dengan melaksanakan hak –hak yang di miliki DPR yaitu (interpelasi, penyelidikan, menyatakan pendapat serta  hak sub-poena). Dan untuk fungsi anggaran DPR sudah melakukan perubahan pada struktur belanja Negara agar lebih efisien dan efektif dalam penggunaannya dan pemanfaatannya. Melalui perubahan format atau struktur RAPBN  Perubahan tersebut terutama pada sisi belanja negara yang sebelumnya didasarkan pada sektor dan sub sektor, selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan organisasi, fungsi, sub fungsi serta jenis belanja.











Daftar pustaka
·         Muhammad djuned hasani.N, eksekutif dan legislatif orde lama,orde baru,reformasi, http://djunedglow.blogspot.com/2011/12/eksekutif-dan-legislatif-orde-lama-baru.html, tanggal unduh 13-04-2012
·         Miftah, http://miftah19.wordpress.com/2011/01/25/hubungan-antara-sistem-pemilu-dan-sistem-kepartaian-dengan-peningkatan-kualitas-parlemen/, tanggal unduh 13-04-2012
·         A.RAHMAN H.I, 2007, sistem politik indonesia, yogyakarta: graha ilmu.
·         http://www.parlemen.net/privdocs/8bb6b3e7b567b459532def37c7c74819.pdf






Paper Sejarah Sosial Politik Indonesia
“ 1999 sampai 2012 “




Bab I
Pendahuluan
Latar Belakang
Dari tahun 1999 Indonesia mengalami masa yang dikenal dengan masa Reformasi. Banyak perubahan dalam kehidupan sosial politik Indonesia sejak Indonesia dipimpin oleh Habibi hingga Susilo Bambang Yudhoyono saat ini. Perkembangan demokrasi menuju perbaikan tatanan negara yang lebih baik menjadi harapan rakyat Indonesia ditengah krisis yang melanda perekonomian Indonesia kala itu. Akibat krisis terebut maka banyak terjadinya pergantian pemimpin yang diharapkan bisa membawa Indonesia ke arah yang lebih baik dalam segala aspek kehidupan.
Mulai dari masa pemerintahan Habibi sampai sekarang banyak yang menilai bahwa reformasi belum sepenuhnya berjalan sesuai kehendak rakyat. Terbukti bahwa rakyat masih menuntut perbaikan dalam berbagai aspek kehidupan, bahkan banyak daerah di Indonesia ingin melepaskan diri menjadi negara sendiri, seperti kasus Timor Timur, Aceh dan Papua.
Walaupun rakyat belum merasa puas dengan kinerja dari beberapa pemimpin dari awal reformasi sampai sekarang namun rakyat masih berharap akan adanya sebuah perubahan yang mendasar yang dapat dirasakan rakyat secara menyeluruh.



Rumusan masalah
Bagaimana kondisi politik dan sosial Indonesia pada tahun 1999 sampai 2012 ?
Bagaiamna pemerintahan Indonesia dari tahun 1999 sampai 2012?
Bab II
Pembahasan

·         Masa Pemerintahan Habibi (1998 - 1999)
Setelah B.J. Habibie dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia pada tanggal 21 Mei 1998. Tugas Habibie menjadi Presiden menggantikan Presiden Soeharto sangatlah berat yaitu berusaha untuk mengatasi krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997.
Habibie yang manjabat sebagai presiden menghadapi keberadaan Indonesia yang serba parah, baik dari segi ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Langkah-langkah yang dilakukan oleh Habibie adalah berusaha untuk dapat mengatasi krisis ekonomi dan politik. Langkah – langkah yang tersebut yaitu :
Pada tanggal 22 Mei 1998, Presiden Republik Indonesia yang ketiga B.J. Habibie membentuk kabinet baru yang dinamakan Kabinet Reformasi Pembangunan. Kabinet itu terdiri atas 16 orang menteri, dan para menteri itu diambil dari unsur-unsur militer (ABRI), Golkar, PPP, dan PDI.
Dalam bidang politik, presiden Habibi melakukan perbaikan dan pembaruan dalam berbagai bidang antaranya :
1.      Kebebasan Berpendapat
Pada masa pemerintahan Habibie, orang bebas mengemukakan pendapatnya di muka umum. Presiden Habibie memberikan ruang bagi siapa saja yang ingin menyampaikan pendapat, baik dalam bentuk rapat-rapat umum maupun unjuk rasa atau demontrasi. Namun khusus demontrasi, setiap organisasi atau lembaga yang ingin melakukan demontrasi hendaknya mendapatkan izin dari pihak kepolisian dan menentukan tempat untuk melakukan demontrasi tersebut. Hal ini dilakukan karena pihak kepolisian mengacu kepada UU No.28 tahun 1997 tentang Kepolisian Republik Indonesia. Untuk menjamin kepastian hukum bagi para pengunjuk rasa, pemerintahan bersama (DPR) berhasil merampungkan perundang-undangan yang mengatur tentang unjuk rasa atau demonstrasi. adalah UU No. 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
2.       Masalah Dwifungsi ABRI
Menanggapi munculnya gugatan terhadap peran dwifungsi ABRI menyusul turunnya Soeharto dari kursi kepresidenan, ABRI melakukan langkah-langkah pembaharuan dalam perannya di bidang sosial-politik.
Setelah reformasi dilaksanakan, peran ABRI di Perwakilan Rakyat DPR mulai dikurangi secara bertahap yaitu dari 75 orang menjadi 38 orang. Langkah lain yang di tempuh adalah ABRI semula terdiri dari empat angkatan yaitu Angkatan Darat, Laut, dan Udara serta Kepolisian RI, namun mulai tanggal 5 Mei 1999 Polri memisahkan diri dari ABRI dan kemudian berganti nama menjadi Kepolisian Negara. Istilah ABRI pun berubah menjadi TNI yang terdiri dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara

3.      Reformasi Bidang Hukum
Pada masa Pemerintahan Presiden B.J. Habibie dilakukan reformasi di bidang hukum Reformasi hukum itu disesuaikan dengan aspirasi yang berkembang dimasyarakat. Tindakan yang dilakukan oleh Presiden Habibie untuk mereformasi hukum mendapatkan sambutan baik dari berbagai kalangan masyarakat, karena reformasi hukum yang dilakukannya mengarah kepada tatanan hukum yang ditambakan oleh masyarakat.
4.      Sidang  Istimewa  MPR
Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, telah dua kali lembaga tertinggi Negara melaksanakan Sidang Istimewa, yaitu pada tahun 1967 digelar Sidang Istimewa MPRS yang kemudian memberhentikan Presiden Soekarno dan mengangkat Soeharto menjadi Presiden Rebuplik Indonesia. Kemudian Sidang Istimewa yang dilaksanakan antara tanggal 10 – 13 Nopember 1998 diharapkan MPR benar-benar menyurahkan aspirasi masyarakat dengan perdebatan yang lebih segar, lebih terbuka dan dapat menampung, aspirasi dari berbagai kalangan masyarakat. Hasil dari Sidang Istimewa MPR itu memutuskan 12 Ketetapan.
5.       Pemilihan Umum Tahun 1999
Presiden Habibie kemudian menetapkan tanggal 7 Juni 1999 sebagai waktu pelaksanaan pemiliahan umum tersebut. Selanjutnya lima paket undang-undang tentang politik dicabut. Sebagai gantinya DPR berhasil menetapkan tiga undang-undang politik baru. Ketiga udang-undang itu disahkan pada tanggal 1 Februari 1999 dan ditandatangani oleh Presiden Habibie. Ketiga udang-udang itu antara lain undang-undang partai politik, pemilihan umum, susunan serta kedudukan MPR, DPR dan DPRD. Pemilu ini diikuti oleh 48 partai politik dan dimenangkan lima partai besar yaitu, PDIP, Golkar, PPP, PKB dan PAN.
6.      Sidang Umum MPR Hasil Pemilihan Umum 1999
Setelah Komisi Pemilihan Umum berhasil menetapkan jumlah anggota DPR dan MPR, maka MPR segera melaksanakan sidang. Sidang Umum MPR tahun 1999 diselenggarakan sejak tanggal 1 – 21 Oktober 1999. Dalam Sidang Umum itu Amien Rais dikukuhkan menjadi Ketua MPR dan Akbar Tanjung menjadi Ketua DPR. Sedangkan pada Sidang Paripurna MPR XII, pidato pertanggung jawaban Presiden Habibie ditolak oleh MPR melalui mekanisme voting dengan 355 suara menolak, 322 menerima, 9 abstain dan 4 suara tidak sah. Akibat penolakan pertanggungjawaban itu, Habibie tidak dapat untuk mencalonkan diri menjadi Presiden Republik Indonesia.
Akibatnya memunculkan tiga calon Presiden yang diajukan oleh fraksi-fraksi yang ada di MPR pada tahap pencalonan Presiden diantaranya Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati Soekarnoputri, dan Yuhsril Ihza Mahendra. Namun tanggal 20 Oktober 1999, Yuhsril Ihza Mahendra mengundurkan diri. Oleh karena itu, tinggal dua calon Presiden yang maju dalam pemilihan itu, Abdurrahaman Wahid dan Megawati Soekarnoputri. Dari hasil pemilihan presiden yang dilaksanakan secara voting, Abudurrahman Wahid terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 21 Oktober 1999 dilaksanakan pemilihan Wakil Presiden dengan calonnya Megawati Soekarnoputri dan Hamzah Haz. Pemilihan Wakil Presiden ini kemudian dimenangkan oleh Megawati Soekarnoputri.
Dalam bidang Sosial Ekonomi
Dalam bidang ekonomi, pemerintahan Habibie berusaha keras untuk melakukan perbaikan. Ada beberapa hal yang dilakukan oleh pemerintahan Habibie untuk meperbaiki perekonomian Indonesia antaranya :
  • Merekapitulasi perbankan
  • Merekonstruksi perekonomian Indonesia.
  • Melikuidasi beberapa bank bermasalah.
  • Manaikan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat hingga di bawah Rp.10.000,-
  • Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang diisyaratkan oleh IMF.
Akibat dari melemahnya perekonomian maka dalam kehidupan sosial berdampak banyaknya kemiskinan, pengangguran, kriminalitas dan keluarnya Timor Timur sebagai negara sendiri atas referendum yang diberikan pemerintah Indonesia dan campur tangan PBB pada 30 Agustus 1999.
·         Masa Pemerintahan  Abdulrahman Wahid (1999 – 2001)

Setelah dilantiknya Abdulrahman Wahid pada 20 Oktober 1999dimulailah masa pemerintahan Abdul Rahman Wahid. Langkah – langkah yang diambil Gus Dur antara lain
1.      Meneruskan kehidupan yang demokratis seperti pemerintahan sebelumnya
( memberikan kebebasan berpendapat dikalangan masyarakat minoritas, kebebasan beragama, dan memperbolehkan kembali penyelenggaraan budaya Tiong Hua).
2.      Merestruksi lembaga pemerintahan seperti menghapus departemen yang dianggap tidak efisien ( menghilangkan Departemen Penerangan dan Sosial untuk mengurangi pengeluaran anggaran dan membentuk Dewan Keamanan Ekonomi Nasional).
3.       Kunjungan ke negara lain gencar dilakukan Gus Dur sehingga mencitrakan Indonesia yang berbeda dengan masa orde baru yang terlihat sangat totaliter dengan demokrasi yang rendah, karena hal ini lah maka Indonesia mendapat respon positif dari dunia sehingga meningkatkan kerjasama dalam bidang ekonomi terutama perdagangan.
4.      Menyetujui pergantian nama Irian Jaya menjadi Papua.
5.      Gus Dur juga ingin mengadakan referendum Aceh, untuk memilih merdeka atau bergabung dengan RI. Namun hal ini dibantah oleh pemerintah Karena bila diadakan jajak pendapat, maka kemungkinan besar raykat aceh akan memilih untuk merdeka. Lalu Gus Dur mengurungkan niatnya, dan hal ini membuat rakyat Aceh kecewa hingga dibentuklah Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

Karena banyak keputusan yang dinilai tidak sesuai dengan perundang - undangan dan terkesan semaunya sendiri maka MPR tergerak untuk menggelar sidang istimewa dengan dalil meminta pertanggungjawaban Presiden yang direncanakan pada 1 Agustus 2001. Karena hal tersebut Gus Dur mengancam akan membubarakan MPR dan DPR bila agenda sidang tidak diubah. Karena tidak kesepakatan antara ketua MPR Amien Rais dengan Gus Dur maka MPR sepakat mengajukan sidang istimewa menjadi 23 Juli 2001. Gus Dur kemudian mengeluarkan Dekrit yang berisi :
1.      Membekukan MPR – DPR
2.      Mengembalikan kedaulatan rakyat ke tangan rakyat Indonesia serta membentuk badan – badan yang diserahkan untuk mengadakan Pemilu satu tahun
3.      Membekukan patai Golkar sambil menunggu keputusan Mahkamah Agung
Dekrit tersebut tidak dipedulikan oleh MPR dan DPR serta rakyat pada umumnya. 23 Juli 2001 secara resmi Presiden Abdulrahman  Wahid diagnti dengan Megawati Soekarno Putri sebagai presiden.
Sedangkan kondisi sosial ekonomi masyarakat masa pemeritahan Abdulrahman Wahid masih mengalami kesulitan dalam bidang ekonomi walupun sudah terdapat berbagia kebijakan untuk mengurangi dampak krisis moneter era sebelumnya,sedangkan dalam kehidupan sosial masih banyak praktik korupsi ditambah lagi denagan bertambahnya jumlah penduduk yang terus terjadi ini membuat kemiskinan meluas.
·         Masa Pemerintahan Megawati ( 2001 – 2004)

Megawati dilantik menjadi presiden tanggal 23 Juli 2001keberhasilan yang dicapai masa pemerintahan Megawati:
1.      Menstabilkan fundamen ekonomi makro meliputi inflasi, BI rate, pertumbuhan ekonomi, kurs rupiah terhadap dolar, angka kemiskinan.
2.      Melakukan stabilisasi kondisi polhukkam dalam negeri peninggalan pemerintahan sebelumnya (1998-2001) yang penuh dgn “kegaduhan” sehingga Indonesia bisa kembali membangun.
3.      Memberikan kondisi yang kondusif bagi legislatif untuk melakukan fungsi legislasinya sehingga banyak UU yang telah disahkan pada masa kepemimpinan mega dibandingkan masa pemerintah lain.
4.      Melakukan pembangunan infrastruktur yang vital diantaranya meliputi Tol Cipularang (Cikampek-bandung), Tol Cikunir, Jembatan Suramadu Jatim, Rel ganda Serpong - Jakarta, Rel ganda Jakarta – Bandung, dan banyak pembangunan infrastruktur lainnya.
5.      Mulai melakukan pemberantasan KKN diantaranya dengan keberanian menusakambangkan dan memenjarakan kroni Soeharto (Tommy Soeharto, Bob Hasan, dan Probosutedjo), serta menangkap konglomerat bermasalah Nurdin Halid.  KPK didirikan pada masa pemerintahan Megawati.
6.      Berhasil menyehatkan perbankan nasional yang collapse setelah krisis ekonomi 1998 terbukti dengan dibubarkan BPPN pada Februari 2004 yang telah selesai melaksanakan tugasnya. Hasilnya bisa dirasakan saat ini perbankan nasional menjadi relatif sehat.
7.      Indonesia berhasil keluar dari IMF pada tahun 2003 yang menandakan Indonesia sudah keluar dari krisis ekonomi yg terjadi sejak tahun 1998 dan Indonesia yang lebih mandiri.
8.      Berhasil membeli pesawat tempur Sukhoi dan heli Mi-35 dari Rusia tanpa perlu gembar gembor dan memberatkan APBN. Ini juga menjaga citra kemandirian Indonesia dari kooptasi Negara adi daya Amerika Serikat.
9.      Berhasil menghasilkan 45 milyar dolar AS dari penjualan LNG Tangguh ke China, Korea dan Meksiko selama 20 tahun ke depan. Harga kontrak dapat dievaluasi setiap 4 tahun.
10.  Berhasil mengungkapkan para pelaku terorisme diantaranya bom Bali I dan II yang telah menewaskan ratusan orang yaitu dengan menangkap Amrozi, Imam samudra, Mukhlas, dan Al faruq. Dan kasus pengeboman lain yaitu bom JW Marriot, Kedubes Australia, serta bom BEJ dan Medan, sehingga pemboman pada tahun berikutnya menjadi relatif berkurang.
11.  Melakukan diplomasi internasional dengan pihak Swedia sehingga Swedia bersedia menangkap Hassan Tiro, Malik Mahmud, dll, dengan tuduhan melakukan terorisme di Indonesia (pemboman BEJ dan Medan. Malik Mahmud dibebaskan setelah ada perjanjian Helshinki karya Jusuf Kalla.
Ada kegagalan dalam pemerintahan Megawati, seperti :
Pada masa pemerintahan Megawati Soekarno Putri mungkin dirasakan kurang memuaskan bagi beberapa kalangan di masyarakat Indonesia, seperti kalangan buruh dan pegawai swasta. Megawati dianggap gagal melaksanakan agenda reformasi dan tidak mampu mengatasi krisis bangsa. Menurut beberapa pengamat politik dan pemerintahan, kebijakan pemerintah Megawati sepanjang tahun 2002  cenderung mengabaikan aspirasi rakyat dan hanya berorientasi pada kepentingan kalangan tertentu serta tidak mampu melepaskan Indonesia dari tekanan pihak-pihak asing, kegagalan diplomasi Indonesia sehingga kepulauan Sipadan-Ligitan lepas dari Indonesia, serta kasus penjualan saham Indosat, gejala munculnya pola lama dalam pemerintahan Megawati yaitu pendekatan represif dalam menyelesaikan masalah dan sakralisasi lembaga kepresidenan, kegagalan partai politik yang terlibat dalam pemerintahan gotong royong dalam mengartikulasi kepentingan rakyat, tak ada upaya pemberantasan KKN, sebaliknya praktik korupsi makin terang-terangan dan meluas, kebijakan pemerintah yang memberi pengampunan terhadap sejumlah koruptor jelas mengingkari nilai keadilan.
Kegagalan Pemerintahan Megawati dalam menjalankan Reformasi Birokrasi ini mengakibatkan kepercayaan rakyat terhadap Presiden Megawati menjadi menurun akibatnya dalam pemilihan Presiden secara langsung Rakyat menaruh harap perubahan pada pasangan SBY – JK. Hasil Akhir Pemilihan Presiden RI Putaran 1 tgl. 5 Juli  2004. Sumber data : KPU.Ranking   
Pasangan Capres
Suara
Persen
1.      Susilo B.Y. - J. Kalla
36.070.622
33.58 %
2.      Megawati - Hasyim M.
28.186.780
26.24 %
3.      Wiranto-Sallahudin W.
23.827.512
22.19 
4.      Amien Rais - Siswono Y.H.
16.042.105
14.94 %
5.      Hamzah H. - Agum G
3.276.001
3.05 %
Jumlah suara
107.403.020
100%

Dengan demikian pasangan Susilo B. Yudhoyono / Jusuf Kalla dan Megawati / Hasyim Muzadi berhak maju ke putaran ke 2 pemilihan Presiden tgl. 20 September 2004.

Rekapitulasi Surat Suara
Surat Suara                            Jumlah
Sah                                         107.403.020
Tidak sah                               2.746.937
Pendaftaran tambahan           470.337
Rusak                                     1.200.397
Tidak terpakai / Golput (?)    30.181.391
Hasil Final Pemilu Presiden Ke 2  Tgl. 20 September 2004
Presiden RI Terpilih Periode 2004 – 2009
            
Rekapitulasi Suara :
Jumlah Suara Sah : 114.256.054
Jumlah Suara Tidak Sah : 2.405.651
Total Suara Nasional : 116.662.705  
Sumber data : Keputusan KPU, Senin 4 Okt. Jam 16.30 wib

·         Masa Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono ( 2004 – 2012)
MPR periode 1999-2004 mengamandemen Undang-Undang Dasar 1945 sehingga memungkinkan presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat. Pemilu presiden dua tahap kemudian dimenanginya dengan 60,9% suara pemilih dan terpilih sebagai presiden. SBY kemudian tercatat sebagai presiden terpilih pertama pilihan rakyat dan tampil sebagai pesiden ke-6 setelah dilantik pada 20 Oktober 2004 bersama wakil presiden Jusuf Kalla.
Kolusi,Korupsi,dan Nepotisme(KKN)sebagai prioritas penting dalam kepemimpinannya selain kasus terorisme global. Penanggulangan bahaya narkoba,perjudian,dan perdagangan manusia juga sebagai beban berat yang membutuhkan kerja keras bersama pimpinan dan rakyat.
Di masa jabatannya,Indonesia mengalami sejumlah bencana alam. Seperti gelombang tsunami,gempa bumi,dan lainnya. Semua ini merupakan tantangan tambahan presiden yang masih bergelut dengan upaya memulihkan kehidupan ekonomi negara dan kesejahteraan rakyat.
Periode 2004-2009 pemerintahan SBY-Kalla telah menetapkan sasaran pokok pembangunan lima tahun 2004-2009 sebagai berikut:
1.      Menurunkan tingkat pengangguran terbuka dari 9,7 persen dari angkatan kerja (9,9 juta jiwa) di tahun 2004 menjadi 5,1 persen (5,7 jutajiwa)
2.      Pada tahun 2009, mengurangi tingkat kemiskinan dari 16,6 persen dari total penduduk (36,1 juta jiwa) menjadi 8,2 persen (18,8 juta jiwa) di tahun 2009,
3.      Dan untuk menurunkan tingkat pengangguran dan kemiskinan tersebut ditargetkan pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,6 persen per tahun selama periode 2004-2009.
Sepanjang kepemimpinannya banyak hal yang menunjukan keberhasilan pemerintahan SBY-JK diantaranya :

- Perdamaian di Aceh
- Keamanan nasional yang kondusif
- Kemajuan dibidang politik
Sepanjang pemerintahan SBY,ternyata distribusi sumber daya ekonomi
tidak merata. Tatakeola aset negara yang efisien dan produktif tidak pernah ada. Sumber-sumber ekonomi yang vital dan hasilnya hanya dinikmati oleh segelintir orang kaya. Menaikkan harga BBM merupakan bukti bahwa pemerintah gagal dalam mengelola sumber daya alam dan sebagai bukti bahwa pemerintah tidak bisa mengelola potensi yang ada.
Pada masa pemerintahan SBY – Boediono (2009-2014), memiliki karakteristik pemerintahan yang berbeda dari masa pemrintahan sebelumnya, Periode 2009-2014,  SBY banyak melakukan perubahan kebijakan khususnya di bidang perekonomian antara lain adalah mengganti pola kebijakan perekonomian yang selama ini mengarah ke Amerika Serikat menjadi ke arah China. Satu hal yang paling menonjol dalam pola China adalah agresifitas yang dimulai dalam membangun infrastruktur dan serta langkah nyata dan konsisten tanpa pandang bulu dalam mencegah dan membasmi korupsi. SBY melakukan pembangunan berkelanjutan selama masanya menjabat sebagai presiden 2 kali berturut-turut. Salah satu contoh pembangunan berkelanjutan tersebut adalah kebijakan subsidi BBM, pembentukan perumahan murah bagi rakyat yang akan menampung rakyat miskin yang hidup di kolom jembatan, juga golongan rakyat lain yang belum punya rumah layak, kebijakan moratorium pengangkatan pegawai negeri sipil (PNS) daerah yang dijalankan  dimaksudkan untuk mengoptimalkan pemanfaatan anggaran, di dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Tahun 2005 – 2025 dalam konteks jangka panjang, pembangunaan perdesaan didorong keterkaitannya dengan pembangunan perkotaan secara sinergis dalam suatu wilayah pengembangan ekonomi.
Dari sisi program nasional, Presiden SBY mendorong pengembangan agroindustri padat pekerja di sektor pertanian dan kelautan, sebagaimana kebijakan dana Rp 100 juta per desa untuk program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP), program pertanian kawasan transmigrasi, maupun program pengembangan masyarakat pesisir dan kepulauan, serta reformasi agraria untuk meningkatkan akses lahan bagi petani desa. SBY juga telah mendorong pengembangan jaringan infrastruktur penunjang kegiatan produksi di kawasan perdesaan dan kota-kota kecil terdekat. Pengembangan itu didanai oleh Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Perdesaan maupun berbagai kegiatan sektoral dari Kementerian daerah, serta peningkatan kesehatan masyarakat.
Meskipun bedasarkan hasil survey LSI tahun 2010 masyarakat mengaku puas, namun ada banyak hal pula yang ternyata menjadi keburukan pemerintahan SBY, antara lain adalah banyaknya kasus besar yang belum tuntas ditangani pemerintah, seperti kasus Bank Century, kasus pembunuhan aktivis HAM Munir, kasus dugaan suap atas Nazaruddin, SBY dianggap tidak memiliki operator politik untuk membantunya menuntaskan masalah. Buruknya kinerja pemerintahan SBY tidak lepas dari sikap Presiden SBY dalam menjalankan pemerintahan yang dinilai lamban dalam mengambil keputusan dan terungkapnya berbagai kasus korupsi yang melibatkan anggota partainya serta orang – orang yang berada dipihak SBY.













Bab III
Penutup

Kesimpulan
Dari tahun 1999 hingga 2012, kehidupan sosial politik Indonesia mengalami perubahan baru. Mulai dari peningkatan demokratisasi di setiap aspek kehidupan,  adanya desentralisasi yang menjadikan negara ini yang dahulu sangat sentralistis, kini menjadi salah satu yang desentralistis. Dalam tatanan pemerintahan, Presiden kini tidak lagi ditentukan oleh MPR melainkan dipilih secara langsung oleh rakyat melalui Pemilu.
Dalam tahun 1999 hingga 2012, sejumlah kasus kawasan-kawasan terluar negeri mulai menumukan titik terang. Mulai dari wilayah Timor Timur yang kini tidak lagi menjadi bagian dari RI dan Aceh yang diberikan Otonomi Khusus namun masih menjadi bagian dari RI. Kasus korupsipun mewarnai jalannya pemerintahan yang belum terselesaikan sampai saat ini.
Selama 16 tahun Reformasi, masalah kemiskinan dan kesenjangan sosial masih menjadi masalah besar bagi Indonesia. Walaupun rakyat belum merasa puas dengan kinerja dari beberapa pemimpin dari awal reformasi sampai sekarang namun rakyat masih berharap akan adanya sebuah perubahan yang mendasar yang dapat dirasakan rakyat secara menyeluruh.






Daftar Pustaka
Lesmana M.A., Prof. Dr. Tjipta. 2009. Dari Soekarno sampai SBY : Intrik & lobi Politik Para Penguasa. Jakarta : Gramedia
Kencana Syafiie, Inu, Azhari. 2005. Sistem Politik Indonesia. Bandung : PT.Refika Aditama
Thontowi, Jawahir. 2009.  Penegakkan Hukum & Diplomasi Pemerintahan SBY. Yogyakarta: Penerbit Leutika
Prasojo, Eko. 2009. Reformasi Kedua. Jakarta: Penerbit Salemba Humanika.