PAPER SISTEM POLITIK INDONESIA
“Perbandingan
Badan Legislatif Pada
Masa
Orde
Baru
Dengan
Masa
Reformasi”
BAB
I
PENDAHULUAN
v
LATAR
BELAKANG
Pemikiran untuk meningkatkan peran
legislasi DPR bukanlah tanpa alasan. Tugas legislasi adalah wahana utama untuk
merefleksikan kepentingan rakyat (publik). Fungsi kontrol legislatif akan lebih
efektif dan bermakna bila terimplementasi dalam pengoptimalan peran legislasi.
Penyelenggaraan negara tidak mengarah ke absolutisme atau otoriter akan lebih
berkepastian hukum. Namun hal tersebut tidak terjadi pada masa
orde baru.
Dalam praktik ketatanegaraan dan
proses jalannya pemerintahan pada masa rezim Orde Baru, kekuasaan eksekutif
begitu dominan terhadap semua aspek kehidupan kepemerintahan dalam negara kita,
terhadap kekuasaan legislatif maupun terhadap kekuasaan yudikatif. Pada masa
orde baru legistatif dan yudikatif kurang atau bahkan tidak berfungsi sama
sekali. Kedua badan ini tunduk di bawah badan eksekutif.
Peran
badan legislatif pada masa itu seperti stempel bagi eksekutif yang harus
melegitimasikan kekuasaan presiden dan menyetujui kebijakan apa yang dibuat
eksekutif. Tidak berfungsinya badan legislatif dikarenakan secara faktual hanya
ada satu partai yang memegang kendali yaitu partai golkar dibawah pimpinan
Presiden Soeharto. Sehingga pemerintah bisa mengatur siapa yang akan duduk
dikursi dewan yang tentunya bisa menguntungkan pemerintah. Setelah
runtuhnya rezim orde baru muncullah reformasi yang dianggap akan mengubah tata
pemerintahan dan keadaan bangsa Indonesia, termasuk juga perbaikan dalam badan
legislatif.
Era reformasi telah
menghasilkan sejumlah perubahan signifikan dalam masyarakat politik. Keberadaan
badan perwakilan yang benar-benar mencerminkan representasi kedaulatan rakyat
merupakan sebuah kebutuhan yang tak terelakkan pada masa reformasi. Badan
Perwakilan yang pengisian keanggotaannya dipilih langsung oleh rakyat adalah
bentuk rasionalisasi dari prinsip demokrasi dan kedaulatan rakyat. Dari paparan
diatas muncul pertanyaan bagaimana
perbandingan peranan legislatif dalam masa orde baru dengan masa reformasi? itulah yang menarik kami untuk membahas
masalah ini lebih dalam.
v RUMUSAN
MASALAH
§ Bagaimana
sistem perekrutan dan komunikasi politik badan legislatif didalam sistem
politik Indonesia
masa reformasi di banding dengan masa orde baru ?
§ Bagaimana
pelaksanaan fungsi badan legislatif masa reformasi dengan masa orde baru ?
BAB II
PEMBAHASAN
v
LANDASAN TEORI
Badan
legislatif (parlemen) yaitu badan yang “legislate” atau membuat undang – undang
yang anggotanya – anggotanya merupakan representasi dari rakyat Indonesia
dimanapun dia berada yang dipilih melalui pemilihan umum.
Rousseau,
tentang Volonte Generale atau General Will yang menyatakan bahwa “rakyatlah
yang berdaulat, rakyat yang berdaulat ini mempunyai suatu kemauan”
Menurut Miriam
Budiarjo, Dewan Perwakilan Rakyat dianggap merumuskan kemauan rakyat atau
kemauan umum ini dengan jalan mengikat seluruh masyarakat. Undang – undang yang
dibuatnya mencerminkan kebijaksanaan – kebijaksanaan itu. Dapat dikatakan bahwa
merupakan badan yang membuat keputusan yang menyangkut kepentingan umum.
Susuanan
keanggotakan badan legislatif pada
dasarnya menurut Miriam Budiarjo, adalah beraneka ragam yaitu ada yang
jumlahnya mencapai 1300 anggota seperti DPR Unisoviet (kini : Rusia), DPR
Indonesia berjumlah 560 orang dan ada yang kecil seperti DPR Pakistan, yaitu
sebanyak 150 anggota :
System
penentuan anggota DPR beraneka ragam sifatnya, yaitu :
1. Turun
temurun ( sebagian majelis tinggi Inggris )
2. Ditunjuk
( senat Kanada )
3. Dipilih,
baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
System
penentuan atau pemilihan diatas, berlaku pada pemerintahan sosialis atau
kerajaan, sedangkan dalam Negara modern pada umumnya anggota badan legislatif
dipilih dalam pemilihan umum dan berdasarkan system kepartaian. Perwakilan
semacam ini bersifat politik. Akan tetapi system ini tidak menutup kemungkinan
beberapa orang anggota dipilih tanpa ikatan pada sesuatu partai, tetapi sebagai
orang “independent”. Contoh, pada pemilihan umum di Indonesia pada tahun 1955.
Menurut
Ramlan Surbakti (2003), rekrutmen politik adalah seleksi dan pemilihan atau
seleksi pengangkatan seseorang atau sekelompok orang untuk melaksanakan
sejumlah peranan dalam system politik pada umumnya dan system pemerintahan pada
khususnya.
Menurut
Almond dan Powell: “Komunikasi politik merupakan suatu fungsi sistem yang
mendasar (basic function of the system) dengan konsekuensi yang banyak
untuk pemeliharaan ataupun perubahan dalam kebudayaan politik dan struktur
politik. Seseorang tentunya dapat mengasumsikan bahwa semua perubahan penting
dalam sistem politik akan menyangkut perubahan dalam pola-pola komunikasi, dan
biasanya baik sebagai penyebab maupun akibat. Semua proses sosialisasi
misalnya, merupakan proses komunikasi, meskipun komunikasi tidak harus selalu
menghasilkan perubahan sikap (attitude change).”
Menurut
prof. Miriam Budiarjo
fungsi badan legislative pada dasarnya ada tiga yaitu
1.
Fungsi
legislasi
Fungsi legislasi adalah Fungsi yang berkaitan dengan kegiatan
pembentukan kebijakan public yang disepakati bersama oleh para wakil rakyat
atas nama seluruh rakyat yang diwakili. Hanya saja, agar kebijakan-kebijakan
itu bersifat mengikat, maka dituangkan dalam bentuk hukum tertentu sebagai
‘legislative acts’, yaitu dalam bentuk undang-undang. Karena itu, fungsi
legislasi itu disebut sebagai fungsi pembentukan undang-undang.
2.
Fungsi
pengawasan
Badan legislative berkewajiban untuk mengawasi
aktifitas badan eksekutif agar sesuai dengan kebijakan yang di tetapkannya.
Pengawasan di lakukan melalui siding panitia-panitia legislative dan melalui
hak-hak control yang khusus, seperti hak bertanya,interpelasi, angket dan hak
sub-poena.
3.
Fungsi
anggaran
Fungsi ini di maksudkan guna untuk membuat APBN.
Pelaksanaan fungsi anggaran DPR itu tidak hanya berkaitan dengan persoalan
angka-angka anggaran pendapatan dan belanja negara/daerah serta bagaimana
distribusi dan alokasinya untuk pelaksanaan program-program pemerintahan dan
proyek-proyek pembangunan. Bahkan penyusunan angggaran pendapatan dan belanja
tahunan itu harus pula mengacu kepada perencanaan pembangunan jangka panjang
dan menengah yang juga dituangkan dalam bentuk undang-undang tersebut
Dalam
rangka melaksanakan fungsi pengawasan,
badan legislatif berkewajiban untuk mengawasi aktivitas badan eksekutif, supaya
sesuai dengan kebijaksanaan yang telah ditetapkan. Pengawasan dilakukan melalui
control yang khusus, dengan menggunakan hak-haknya meliputi:
a. Hak
bertanya
Anggota
legislatif berhak mengajukan pertanyaan kepada pemerintah mengenai sesuatu hal.
Di Indonesia semua badan legislatif, kecuali dewan perwakilan rakyat gotong-royong
dalam masa demokrasi tepimpin, mempunyai
hak bertanya. Pertanyaan ini biasanya diajukan secara tertulis dan dijawab pula
secara tertulis oleh departemen yang bersangkutan.
b. Hak
interpelasi
Hak
ini adalah hak untuk meminta keterangan kepada pemerintah ngenai
kebijksaanannya di suatu bidang. Misalnya,
bidang politik, ekonomi, social budaya dan hankam. Badan eksekutif wajib
memberi penjelasan dalam sidang pleno,
penjelasan mana dibahas oleh anggota-anggota dan di akhiri oleh
pemungutan suara, apakah keterangan pemerintah memuaskan atau tidak. Jika hasil
pemungutan suara bersifat negarif, maka hal ini merupakan tanda peringatan bagi
pemerintah bahwa kebijaksaannya diragukan. Dalam suasana perselisihan antara
badan legislatif dan badan eksekutif, interpelasi dapat dijadikan batu loncatan
untuk diajukanya mosi tidak percaya. Di Indonesia badan legislatif, kecuali dewan
perwakilan rakyat gotong-royong dalam masa demokrasi terpimpin, mempunyai hak
interpelasi.
c. Hak
angket
Hak
angket adalah hak anggota badan legislatif untuk mengadakan penyelidikan
sendiri. Untuk keperluan ini di bentuk suatu panitia angket yang melaporkan
hasil penyelidikanya kepada anggota badan legislatif lainnya, yang selanjutnya
merumuskan pendapatnya mengenai soal ini, dengan harapan agar diperhatikan oleh
pemeritah.
d. Mosi
tidak percaya
Umumnya
dianggap bahwa hak mosi merupakan control yang paling ampuh. Jika badan legislatif
menerima sesuatu mosi tidak percaya, maka dalam sisitem parlementer cabinet
harus mengundurkan diri dan terjadi suatu krisis cabinet. Di Indonesia pada
sisitem parlementer, badan legislatif mempunyai hak mosi, tetapi mulai tahun
1959 hak ini ditiadakan.
v
ULASAN
Ø POSISI BADAN LEGISLATIF DI DALAM
SISTEM POLITIK
Posisi legislatif di dalam sistem politik Indonesia yaitu sebagai badan
pemerintahan yang sangat berpengaruh terhadap jalannya suatu sistem politik.
Dalam menjalankan perannya badan legislatif melakukan rekruitmen politik dan
komunikasi politik. Rekruitmen politik di jalankan badan legislatif dengan
partai politik sedangkan komunikasi politik dijalankan dengan badan eksekutif
guna membahas perumusan kebijakan. Terdapat perbedaan yang signifikan mengenai
peran badan legislatif pada masa orde baru dengan masa reformasi di dalam
sistem politik.
v Hubungan
legislatif dengan parpol dalam rekrutmen politik pada masa orde baru
Pada Orde Baru dengan sistem
pemerintahan Presidensialisme, menerapkan sistem pemilihan proporsional dengan
daftar tertutup kombinasi dengan sistem multipartai yang berangsur-angsur
disederhanakan. Selain sistem proporsional tertutup yang digunakan, modifikasi
sistem pemilihan yang digunakan Orde Baru adalah melalui pengangkatan utusan
golongan/daerah.
Pada awalnya, penyederhanaan
Sistem Multipartai Orde Baru dilakukan dengan suatu kompromi (Konsensus
nasional) antara pemerintah dan partai-partai pada tanggal 27 Juli 1967 untuk
tetap memakai sistem perwakilan berimbang, dengan beberapa modifikasi.
Diantaranya, kabupaten dijamin sekurang-kurangnya 1 kursi, dan 100 anggota DPR
dari jumlah total 460 diangkat dari ABRI (75), Non ABRI (25). Sistem distrik ditolak dan sangat
dikecam parpol, dengan alasan karena tidak hanya dikhawatirkan akan mengurangi
kekuasaan pimpinan partai, tetapi juga mencakup ide baru, seperti duduknya
wakil ABRI sebagai anggota parlemen.
Karena
kegagalan usaha penyederhanaan partai ketika pemilihan, Orde Baru melakukan
pengurangan dengan mengelompokkan dari 10 partai menjadi tiga partai pada tahun
1973, sehingga sejak pemilu 1977 hingga 1992 hanya ada tiga peserta pemilu
yakni PPP, Golkar, dan PDI.
Dengan
tindakan seperti ini, di satu sisi Orde Baru telah berhasil mengatasi perlunya
pembentukan kabinet koalisi, serta tidak adamya lagi fragmentasi partai atau
terlalu banyak partai. Tetapi disisi lain masih terdapat kelemahan-kelemahan,
diantaranya kekurangan akraban antara wakil rakyat dan rakyat yang diwakilinya.
Peranan penentu dari pimpinan pusat dalam menetapkan daftar calon dianggap
sebagai sebab utama mengapa anggota DPR kurang menyuarakan aspirasi rakyat.
v Hubungan
legislatif dengan parpol dalam rekrutmen politik pada masa reformasi-sekarang
Era reformasi telah
menghasilkan sejumlah perubahan signifikan dalam masyarakat politik. Keberadaan
badan perwakilan yang benar-benar mencerminkan representasi kedaulatan rakyat
merupakan sebuah kebutuhan yang tak terelakkan pada masa reformasi. Badan
Perwakilan yang pengisian keanggotaannya dipilih langsung oleh rakyat adalah
bentuk rasionalisasi dari prinsip demokrasi dan kedaulatan rakyat.
Sistem Pemilu yang dianut
adalah sistem proporsional (perwakilan berimbang) dengan daftar calon terbuka
untuk memilih DPR dan DPRD, sedangkan untuk memilih Dewan PerwakilanDaerah
(DPD) menggunakan sistem distrik sistem distrik berwakil banyak. Sistem Pemilu
ini digunakan sebagai evaluasi sistem yang diterapkan pada masa Orde Baru,
dengan harapan rakyat agar pemilihan calon yang diajukan oleh partai politik
(parpol) lebih dikenal oleh pemilihnya.
Pembatasan pada masa
reformasi dilakukan dengan mekanisme kuota yaitu dengan mencantumkan prasyarat
Partai Politik Peserta Pemilu harus memperoleh sekurang-kurangnya 3% jumlah
kursi di DPR, atau memperoleh sekurang-kurangnya 4% jumlah kursi DPRD Provinsi
yang tersebar sekurang-kurangnya (setengah) dari jumlah provinsi seluruh Indonesia,
atau memperoleh sekurang-kurangnya 4% jumlah kursi DPRD Kabupaten/Kota yang
tersebar di kabupaten/kota seluruh Indonesia untuk dapat mengikuti Pemilu
berikutnya.
v Hubungan Badan Legislatif dengan
Eksekutif dalam hal komunikasi pada
masa Orde Baru
Hubungan dan kedudukan antara eksekutif
(Presiden) dan legislatif (DPR) dalam sistem UUD 1945 sebenarnya telah diatur.
Dimana kedudukan dua badan ini (Presiden dan DPR) adalah sama karena kedua badan
ini adalah merupakan badan tinggi negara (Tap MPR No.III/MPR/1978). Namun dalam
praktik ketatanegaraan dan proses jalannya pemerintahan pada masa rezim Orde
Baru, kekuasaan eksekutif begitu dominan terhadap semua aspek kehidupan
berkepemerintahan dalam negara kita, terhadap kekuasaan legislatif maupun
terhadap kekuasaan judikatif.
Keadaan ini tidak dapat sepenuhnya
disalahkan, karena pengaturan yang terdapat di dalam UUD 1945 memungkinkan
terjadinya hal ini. Oleh sebab itu, tidak salah pula apabila terdapat pandangan
yang menyatakan bahwa UUD 1945 menganut supremasi eksekutif. Dominasi/supremasi
kekuasaan eksekutif mendapat legitimasi konstitusionalnya, karena dalam
Penjelasan Umum UUD 1945 pada bagian Sistem Pemerintahan Negara Kunci Pokok IV
sendiri dinyatakan bahwa Presiden adalah pemegang kekuasaan pemerintahan
tertinggi di bawah Majelis. Dalam sistem UUD 1945 (sebelum diamandemen),
Presiden memiliki beberapa bidang kekuasaan. Selain sebagai pemegang kekuasaan
pemerintahan (pasal 4 ayat 1), Presiden memiliki kekuasaan membentuk
undang-undang (pasal 5 ayat 1).
Demikian juga Presiden memiliki
kekuasaan diplomatik yang sangat besar, yaitu kekuasaan membuat berbagai macam
perjanjian internasional dan mengangkat serta menerima duta dari negara lain
(pasal 11 dan pasal 13). Sama halnya dalam bidang hukum (kekuasaan di bidang
justisial) yang kemudian diwujudkan dalam pemberian grasi, rehabilitasi,
amnesti dan abolisi (pasal 14). Dominasi kekuasaan eksekutif semakin mendapat
ruang geraknya ketika penguasa melakukan monopoli penafsiran terhadap pasal 7.
Penafsiran ini menimbulkan implikasi yang sangat luas karena menyebabkan
Presiden dapat dipilih kembali untuk masa yang tidak terbatas. Begitu besarnya
kekuasaan Presiden pada masa orde baru.
Presiden juga memiliki kewenangan untuk
menentukan keanggotaan MPR (pasal 1 ayat 4 huruf c UU No.16 Tahun 1969 jo UU
No.2 Tahun 1985). Suatu hal yang sangat tidak pantas dan tidak pas dengan
logika demokrasi. Sistem kepartaian yang menguntungkan Golkar, eksistensi ABRI
yang lebih sebagai alat penguasa daripada alat negara, DPR dan pemerintah yang
dikuasai partai mayoritas menyebabkan DPR menjadi tersubordinasi terhadap
pemerintah. Hal ini pula yang menyebabkan fungsi pengawasan terhadap pemerintah
(Eksekutif) yang seharusnya dilaksanakan oleh DPR/MPR (legislatif) menjadi
tidak efektif.
v Hubungan badan Legislatif dengan
Eksekutif dalam hal komunikasi pada
masa Reformasi-Sekarang
Di masa Reformasi yang dimulai dari
tumbangnya rezim orde baru
yang dipimpin oleh Soeharto, kedudukan badan eksekutif setara dengan badan
pemerintahan yang lain, yaitu badan legislatif dan badan yudikatif. Dalam
perkembangannya, badan eksekutif yang dipimpin oleh presiden tidak menjadi badan
paling kuat dalam pemerintahan, karena badan eksekutif diawasi oleh badan
legislatif dalam menjalankan pemerintahan, serta akan ditindaklanjuti oleh badan
yudikatif jika terjadi pelanggaran, sesuai dengan Undang-Undang. Oleh karena
itu pada masa Reformasi hingga saat ini, badan eksekutif selalu bertindak
hati-hati dalam menjalankan pemerintahan, jika tidak hati-hati dalam mengambil
dan melaksanakan kebijakan, maka badan eksekutif akan mendapatkan tekanan dari
segala kalangan, baik itu dari badan pemerintahan lain maupun kelompok-kelompok
kepentingan dan terutama dari mahasiswa yang semakin menyadari perannya sebagai
agent of control. Rekruitmen anggota badan eksekutif ditetapkan berdasarkan
hasil pemilu, perjanjian dengan partai koalisi maupun dengan ditunjuk oleh
Presiden.
Ø
PERBANDINGAN
PELAKSANAAN FUNGSI BADAN LEGISLATIF DI DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA PADA MASA
ORDE BARU DENGAN MASA REFORMASI-SEKARANG
v Badan
Legislatif dan Fungsinya
Dewan Perwakilan Rakyat memiliki beberapa fungsi
dalam menyelenggarakan tugas dan wewenangnya di negara Indonesia, yaitu
legislasi, pengawasan, dan anggaran. Adapun perbandingan pelaksanaa fungsi-fungsi
DPR pada masa orde baru dan reformasi sebagai berikut:
1.
Legislasi
a.
Pada masa orde baru pelaksanaan fungsi
legislasi DPR dijalankan tanpa visi yang jelas. Kebijakan DPR sulit dipetakan karena
lebih mengarah pada kepentingan pemerintah. Begitu halnya dengan pola legislasi
yang tidak jelas dan yang cenderung menguatkan kebijakan pemerintah dan tidak responsive melihat aspirasi rakyat. Hal
tersebut disebabkan adanya dominasi badan eksekutif terhadap badan legislative
dalam hal pembuatan kebijakan.
b. Pada masa reformasi dalam kurun
waktu 2005 hingga 2010, capaian keberhasilan penyelesaian
pembahasan RUU tertinggi dilakukan pada tahun 2008 yang telah menyelesaikan
pembahasan dan menetapkan 61 RUU menjadi undang-undang. Akan tetapi, dari 61
RUU yang disahkan tersebut, 61 % (37 RUU) adalah RUU luncuran (27 RUU
pemekaran, 3 RUU ratifikasi, 4 RUU pengesahan Perppu, dan 3 RUU APBN.
2.
Pengawasan
a. Pada
masa orde baru tingkat
kehadiran anggota DPR relatif tinggi tetapi tidak melakukan pengawasan dengan baik. Hal
tersebut dikarenakan anggota badan legislative ditunjuk atau dipilih langsung
oleh pemerintah. sehingga badan legislative tidak optimal dalam mengawasi
aktifitas eksekutif sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan.
b. Pada
masa reformasi pelaksanaan fungsi DPR dalam hal pengawasan, telah terjadi
perubahan yang signifikan yang dilakukan oleh DPR RI melalui pelaksanaan
berbagai hak DPR di antaranya hak interpelasi, hak melakukan penyelidikan, hak
menyatakan pendapat, dan hak sub-poena
(hak menghadirkan seseorang untuk dimintai keterangan). Berbagai hak
tersebut, telah digunakan secara intensif dalam bentuk rapat kerja, rapat
dengar pendapat, rapat dengar pendapat umum dan kunjungan langsung ke lapangan. Dalam
menangani masalah-masalah yang bersifat penting dan strategis, telah dilakukan
melalui pembentukan berbagai Panitia Khusus, antara lain : Pansus Penyelidikan
Terhadap Kasus Pertanahan secara Nasional. Pansus ini berusaha memperoleh masukan dan penjelasan atas
berbagai kasus pertanahan yang banyak ditemukan di berbagai daerah. Pansus yang lain adalah
Pansus Penyelidikan terhadap Penyimpangan Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia.
Pengawasan terhadap kinerja Pemerintah yang dilakukan oleh DPR sama sekali
bukan bermaksud untuk melampaui kewenangan yang telah digariskan oleh
konstitusi. Keseluruhan pengawasan yang dilakukan tidak lain merupakan
pelaksanaan fungsi-fungsi Dewan yang dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang ada. Apabila terjadi perbedaan pendapat/sengketa di
antara badan-badan negara yang ada, maka hal tersebut diserahkan kepada
Mahkamah Konstitusi sesuai dengan UUD 1945.
3.
Anggaran
(budget)
a. Pada
masa orde baru DPR dalam pelaksanaan fungsi anggaran ini sebenarnya sangat
kuat. Namun dalam praktiknya
kapasitas
kebadanan DPR kurang dilengkapi oleh staf pendukung yang memadai, DPR tidak
memiliki kemampuan untuk menyiapkan konsep tandingan atau setidaknya
bahan-bahan pembanding terhadap usulan yang diajukan oleh pemerintah. Kebutuhan
akan kebadanan DPR yang kuat di bidang anggaran ini juga mirip dengan kebutuhan
yang sama di bidang legislasi yang sekarang telah dilengkapi dengan Badan
Legislasi yang tersendiri.
b.
Pada masa reformasi pelaksanaan
fungsi anggaran sebagai perwujudan dari hak budget. Dewan
merupakan fungsi yang strategis di samping fungsi legislasi dan pengawasan. Hal
ini juga sesuai dengan apa
yang telah diamanatkan dalam Pasal 23 UUD 1945 serta peraturan
perundang-undanganlain, khususnya UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara. Dalam kurun waktu lima tahun,
DPR telah meningkatkan peran hak budgetnya melalui pembahasan secara lebih
mendalam terhadap RUU tentang APBN, RUU tentang Perhitungan Anggaran Negara,
maupun RUU tentang Perubahan APBN. RUU tentang APBN telah dilakukan secara
cermat, rinci, dan terfokus melalui Pembicaraan Pendahuluan yang dilakukan oleh
komisi-komisi DPR dengan Pemerintah dan diakhiri dengan pembahasan secara lebih
mendalam oleh Panitia Anggaran DPR. Sesuai dengan UU No. 17 Tahun 2003, maka
format atau struktur RAPBN untuk tahun 2005 dan tahun-tahun berikutnya akan
dilakukan perubahan. Perubahan tersebut terutama pada sisi belanja negara yang
sebelumnya didasarkan pada sektor dan sub sektor, selanjutnya diklasifikasikan
berdasarkan organisasi, fungsi, sub fungsi serta jenis belanja. DPR berharap
melalui perubahan struktur pada bagian belanja negara tersebut, akan memberikan
dampak positif terhadap efisiensi dan efektifitas penggunaan anggaran, serta
peningkatan kinerja organisasi pemerintahan baik di pusat maupun di daerah.
BAB III
PENUTUP
v Kesimpulan
Dari uraian diatas kami menyimpulkan
sistem perekrutan dan komunikasi politik pada masa orba dengan reformasi terdapat perbedaan yang signifikan. Rekrutmen politik
pada masa orde baru cenderung dilakukan
sistem proposional dengan daftar tertutup. Pada masa ini presiden di pilih oleh
MPR.
Perekrutan
anggota DPR dilakukan
oleh pemerintah, sehingga rakyat tidak
mengetahui siapa yang akan ada di badan
legislative karena anggota yang menempati kursi DPR di pilih oleh anggota
partai politik itu sendiri. Sedangkan pada masa awal reformasi hingga tahun 2004
sebelum pemilu di adakan,
rekruitmen politik berjalan sama seperti saat orde baru, namun setelah pemilu 2004 presiden tidak di pilih oleh anggota MPR namun
dipilih oleh
rakyat secara langsung
dan untuk perekrutan anggota badan legislative (DPR, DPD
& DPRD)
juga dipilih oleh rakyat
secara langsung.
Untuk komunikasi politik pada masa orde baru
berjalan
satu arah karena di dalam pelaksanaannya DPR hanya mengikuti dan menyetujui
keputusan dari pihak pemerintah atau badan eksekutif. Dan dalam kedudukannya pada masa orba badan
legislative berada di bawah badan ekskutif sehinnga dalam pengambilan keputusan
badan eksekutif cenderung otoriter. Sedangkan pada reformasi Berjalan
dua arah karena badan legislative dan eksekutif saling mendukung dalam
pembuatan kebijakan. Dalam hal
kedudukannya pun sejajar dengan badan eksekutif sehingga badan eksekutif lebih
berhati-hati dalam pengambilan dan pelaksanaan kebijakan karena pada saat ini badan
eksekutif dalam pelaksanaannya sudah di awasi oleh badan legislative dan di tindak lajuti oleh badan yudikatif.
Fungsi legislasi DPR pada masa orde baru
lebih cenderung menguatkan kebijakan yang di keluarkan oleh pemerintah dan
menyetujui kebijakan pemerintah tersebut dari pada mengikuti aspirasi rakyat. Untuk fungsi pengawasan pada masa orde baru tidak
berjalan karena anggota badan legislative ditunjuk atau dipilih langsung oleh
pemerintah. sehingga badan legislative tidak optimal dalam mengawasi aktifitas
eksekutif sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan. Dan untuk fungsi
anggaran dalam prakteknya masih kurang berjalan dengan baik.
Usulan anggaran yang diajukan pemerintah cenderung langsung disetujui oleh DPR
karena DPR kurang dilengkapi oleh staff pendukung yang memadahi dan DPR tidak memiliki kemampuan untuk
menyiapkan konsep tandingan atau setidaknya bahan-bahan pembanding terhadap
usulan yang diajukan oleh pemerintah.
Sedangkan pada
masa reformasi, fungsi legislasi cukup berjalan. Hal tersebut terbukti dengan DPR dapat menyelesaikan dan menetapkan RUU serta menampung aspirasi masyarakat dalam pembuatan
UU. Untuk fungsi pengawasan DPR
melakukan fungsi pengawasannya dengan baik yaitu dengan melaksanakan hak –hak
yang di miliki DPR yaitu (interpelasi,
penyelidikan, menyatakan pendapat serta hak sub-poena). Dan untuk fungsi anggaran DPR
sudah melakukan perubahan pada struktur belanja Negara agar lebih efisien dan
efektif dalam penggunaannya dan pemanfaatannya. Melalui
perubahan format atau struktur RAPBN
Perubahan tersebut terutama pada sisi belanja negara yang sebelumnya
didasarkan pada sektor dan sub sektor, selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan
organisasi, fungsi, sub fungsi serta jenis belanja.
Daftar
pustaka
·
Muhammad djuned hasani.N,
eksekutif dan legislatif orde lama,orde baru,reformasi, http://djunedglow.blogspot.com/2011/12/eksekutif-dan-legislatif-orde-lama-baru.html,
tanggal unduh 13-04-2012
·
Miftah,
http://miftah19.wordpress.com/2011/01/25/hubungan-antara-sistem-pemilu-dan-sistem-kepartaian-dengan-peningkatan-kualitas-parlemen/,
tanggal unduh 13-04-2012
·
A.RAHMAN H.I, 2007, sistem politik
indonesia, yogyakarta: graha ilmu.
·
http://www.parlemen.net/privdocs/8bb6b3e7b567b459532def37c7c74819.pdf